Orang
yang sakit tetap wajib mengerjakan shalat pada waktunya dan
melaksanakannya menurut kemampuannya, sebagaimana yang diperintahkan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman_Nya: "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" [at-Taghâbun/ 64:16]. Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Imran Bin Husain Radhiyallahu 'anhu:
كَانَتْ
بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا
فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
"Pernah
penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tentang cara shalatnya. Maka beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab: Shalatlah dengan berdiri, apabila tak mampu,
maka duduklah dan bila tak mampu juga maka berbaringlah” [HR al-Bukhari no. 1117].
Sesuai dengan hadits Imran Bin Husain Radhiyallahu 'anhu diatas maka dapat dijabarkan tentang tata cara shalat bagi orang yang sakit. Tata caranya yaitu:
1.
Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila
mampu dan tak khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam
shalat wajib merupakan rukun shalat. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu" [al-Baqarah/ 2:238]. Diwajibkan
juga bagi orang yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat,
bersandar ke tembok atau berpegangan pada tiang, berdasarkan hadits
Ummu Qais Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَسَنَّ
وَحَمَلَ اللَّحْمَ اتَّخَذَ عَمُودًا فِي مُصَلَّاهُ يَعْتَمِدُ عَلَيْهِ
"Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan
lemah, beliau memasang tiang di tempat shalatnya sebagai sandaran". [HR Abu Dawud & dishahihkan al-Albani dlm Silsilah Ash-Shohihah 319]. Demikian juga orang bungkuk diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang rukuk. Syeikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, "Diwajibkan
berdiri bagi seorang dalam segala caranya, walaupun menyerupai orang
ruku' atau bersandar kepada tongkat, tembok, tiang ataupun manusia".
2.
Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku' atau sujud , dia
tetap wajib berdiri. Dia harus shalat dengan berdiri dan melakukan
rukuk dengan menundukkan badannya. Bila dia tak mampu membungkukkan
punggungnya sama sekali, maka cukup dengan menundukkan lehernya,
kemudian duduk, lalu menundukkan badannya untuk sujud dalam keadaan
duduk dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin.
3.
Orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka dia melakukan shalatnya
dengan duduk, berdasarkan hadits Imrân bin Hushain dan ijma para ulama. Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan, "Para ulama telah berijmâ' bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan duduk".
4.
Orang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau
memperlambat kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan
shalat dengan duduk. Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Yang
benar adalah, kesulitan (Masyaqqah) membolehkan seseorang mengerjakan
shalat dengan duduk. Apabila seorang merasa susah mengerjakan shalat
berdiri, maka dia boleh mengerjakan shalat dengan duduk", berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [al-Baqarah/ 2:185]. Sebagaimana
orang yang berat berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun masih mampu
puasa, diperbolehkan baginya berbuka dan tidak berpuasa, demikian juga
shalat, apabila berat untuk berdiri, maka boleh mengerjakan shalat
dengan duduk.
Orang yang
sakit apabila mengerjakan shalat dengan duduk sebaiknya duduk bersila
pada posisi berdirinya berdasarkan hadîts ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha
yang berbunyi:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مُتَرَبِّعًا
"Aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dengan bersila". Juga, karena duduk bersila secara umum lebih mudah dan lebih tuma'ninah (tenang) daripada duduk iftirâsy. Apabila
rukuk, maka lakukanlah dengan bersila dan membungkukkan punggung serta
meletakkan tangan di lutut, karena ruku' dilakukan dengan berdiri. Dalam
keadaan demikian, masih diwajibkan sujud di atas tanah dengan dasar
keumuman hadits Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ
أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى
أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
"Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan
untuk bersujud dengan 7 tulang, Dahi beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung, kedua telapak tangan, 2
kaki dan ujung kedua telapak kaki" [Muttafaqun ‘Alaihi].
Bila tetap
tidak mampu, maka dia melakukan sujud dengan meletakkan kedua telapak
tangannya ke tanah dan menunduk untuk sujud. Bila tidak mampu, hendaknya
dia meletakkan tangannya di lututnya dan menundukkan kepalanya lebih
rendah dari pada ketika ruku'.
5.
Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara
melakukannya adalah dengan berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau
ke kiri, dengan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah dalam hadits ‘Imrân bin al-Hushain Radhiyallahu 'anhu:
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
"Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah" [HR al-Bukhâri no. 1117].
Dalam
hadits ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada
sisi mana seseorang harus berbaring, ke kanan atau ke kiri, sehingga
yang utama adalah yang termudah dari keduanya. Apabila miring ke kanan
lebih mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila miring ke kiri itu
yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila kedua-duanya sama
mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar keumuman hadits
‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ
فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ فِي نَعْلَيْهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ
"Dahulu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai mendahulukan sebelah
kanan dalam seluruh urusannya, dlm memakai sandal, menyisir dan
bersucinya" [HR Muslim no 396].
6.
Orang sakit yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan
terlentang dan menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih
dekat kepada cara berdiri. Misalnya bila kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur & kakinya di arah barat.
7.
Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan
atau membantu mengarahkannya, maka hendaklan dia shalat sesuai
keadaannya tersebut, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Allah Azza wa Jalla tak membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya" [al-Baqarah/ 2:286].
8. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya sesuai keadaannya dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu" [at-Taghâbun/ 64:16].
9.
Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan
di atas (Dia tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu
juga dengan matanya), hendaknya dia melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.
10.
Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan yang
sebelumnya tidak mampu, baik keadaan berdiri, ruku' atau sujud, maka dia
wajib melaksanakan shalatnya dengan kemampuan yang ada dan
menyempurnakan yang tersisa. Dia tidak perlu mengulang yang telah lalu, karena yang telah lalu dari shalat tersebut telah sah.
11.
Apabila yang orang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah,
hendaknya dia cukup menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu
sebagai alas sujud. Hal ini didasarkan hadîts Jâbir Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
أَنَّ
رَسُوْلَ الله عَادَ مَرِيْضًا فَرَآهُ يُصَلِّي عَلَى وِسَادَةٍ
فَأَخَذَهَا فَرَمَى بِهَا، فَأَخَذَ عُوْدًا لِيُصَلِّي عَلَيْهِ
فَأَخَذَهُ فَرَمَى بِهِ، قَالَ: صَلِّ عَلَى الأَرْضِ إِنِ اسْتَطَعْتَ
وَإِلاَّ فَأَوْمِ إِيْمَاءً وَاجْعَلْ سُجُوْدَكَ أَخْفَضَ مِنْ
رُكُوْعِكَ
"Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya
sedang mengerjakan shalat di atas (beralaskan) bantal, beliau pun
mengambil dan melemparnya, kemudian mengambil kayu untuk dijadikan alas
shalatnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Shalatlah
di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan isyarat
dengan menunduk (al-Imâ`) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku'mu".
Komentar
Posting Komentar